Kolaborasi Membangun Kota Sukabumi



Jampi atau mantra modern tidak jauh berbeda dengan saat manusia memulai babak sejarahnya. Manusia modern hanya meneruskan dan meniru apa yang telah dilakukan oleh para pendahulunya.

Kata-kata seperti sinergitas, kolaborasi, koordinasi, dan sejenisnya mungkin kita pandang baru banyak diucapkan beberapa tahun terakhir. Sebelumnya merupakan kata-kata yang jarang digunakan.

Selama hampir 40 tahun sejak pemerintah orde baru dan dekade pertama reformasi kata-kata yang menghubungkan perasaan antara pemerintah dengan masyarakat mungkin tidak semeriah seperti sekarang.

Sentralisasi ala Orde Baru lebih banyak membangun komunikasi satu arah, mulai dari penyampaian kebijakan publik hingga mengulas persoalan politik. Semua menjadi kewenangan pusat. Daerah hanya menjalankan apa yang telah diinstruksikan oleh pusat. Masyarakat tidak memiliki hak penuh membangun kolaborasi dan koordinasi apalagi merecoki setiap kebijakan pusat.

Sebaliknya, di masa kekuasaan Orde Baru, pusat memiliki hak penuh untuk mengkoordinir setiap gagasan dan ide-ide yang tidak sejalan dan memasukkannya ke wilayah subversif. Individu atau kelompok yang memiliki gagasan tidak sejalan dengan pusat –meskipun berdampak baik- akan diwaspadai.

Tujuan Orde Baru memang memiliki sisi baik, salah satunya, menjaga kestabilan dan ketertiban umum. Cara seperti ini akan mengingatkan kita pada periode sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang lebih kental dengan absolutisme kekuasaan.

Reformasi lahir seolah ingin menghilangkan apa yang telah ditempuh oleh Orde Baru. Reformasi hendak menempatkan kembali bahwa kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat. Kemerdekaan dan kebebasan rakyat tidak seharusnya diberangus dan dihalang-halangi oleh pemerintah.

Hal ini terlihat kentara dalam penyelenggaraan Pemilu 1999. JIka di masa Orde Baru para calon legislatif ini sudah ditentukan dan ditunjuk sepenuhnya oleh partai politik, terutama orang-orang yang memiliki akses terdekat dengan partai politik. Di era reformasi, dengan kelahiran puluhan partai politik, siapa saja, seolah-olah, berhak mencalonkan diri menjadi legislator yang mewakili dirinya sendiri dan konstituennya.

Di kemudian hari, pencalonan kepala daerah juga tidak sekadar diusung dan didukung oleh partai politik, setiap warga negara yang telah memenuhi syarat dapat mencalonkan diri secara independen.

Reformasi membalikkan posisi sentralisasi ke desentralisasi. Otonomi daerah membuka peluang besar bagi setiap daerah untuk menentukan nasibnya sendiri. Secara ideal ini memang baik. Namun pada tataran teknis, kehadiran pemerintah pusat masih tetap dibutuhkan karena tidak semua daerah di negara ini dapat menjalankan roda pemerintahan sepenuhnya secara mandiri.

Dukungan Sumber Daya alam diperlukan oleh daerah agar benar-benar meminimalisasi ketergantungan pemenuhan anggaran dari pusat. Sampai saat ini, otonomi daerah yang benar-benar otonom masih sulit diwujudkan. Pemerintah pusat dan daerah justru dituntut untuk membangun kolaborasi dan sinergitas. Keterlibatan rakyat dan unsur penting lainnya juga sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembangunan daerah.

Konsep kolaboratif dalam bingkai rantai pentahelix mulai mengemuka menjelang dekade kedua reformasi. Keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh daerah tidak mungkin sepenuhnya menjawab seluruh kebutuhan dan pembangunan di daerah.

Pemereintah daerah memerlukan sokongan atau dukungan dari unsur lain seperti dunia pendidikan, media, komunitas, dan dunia usaha. Wujud nyata kolaborasi rantai pentahelix ini sangat kentara di saat terjadi krisis di masa pandemi Covid-19.

Apakah Tanpa Kolaborasi Pembangunan di Daerah akan Terwujud?

Kolaborasi dan sinergitas bukan mantera atau jampi yang dapat mengubah sesuatu dalam waktu singkat. Namun, sebagai makhluk sosial yang dilandasi oleh –seperti ungkapan Cicero- non nobis solum nati sumus (kita tidak dapat hidup hanya untuk diri sendiri), manusia memerlukan kerja sama, kolaborasi, dan sinergi dengan sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.

Leluhur manusia yang berkumpul di satu padang rumput di masa revolusi pertanian telah mengajarkan bentuk kolaborasi dan koordinasi tradisional. Mereka mulai membangun lahan pertanian, membuat pemukiman, dan mendomestikasi berbagai jenis tanaman serta satwa dalam satu kawasan.

Situasi di atas telah mengubah cara-cara lama dalam mencukupi sumber pangan. Masa berburu dan meramu –satu fase sejarah ketika leluhur manusia harus bersaing dengan binatang-binatang lain– telah berakhir.

Secara perlahan, manusia mulai menempati piramida tertinggi rantai makanan. Karena secara alamiah, tanpa koordinasi, manusia akan mengalami kesulitan di saat harus bersaing dengan binatang-binatang buas yang memiliki ukuran fisik dan kekuatan yang lebih besar daripada manusia.

Di era modern, kolaborasi tetap menjadi ukuran keberhasilan manusia dalam menyukseskan setiap tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai. Pemerintah tidak akan sepenuhnya berhasil jika mengabaikan unsur-unsur lain sebagai bagian dari kehidupan.

Pembangunan di Kota Sukabumi sulit terwujud jika pemerintah kota mengabaikan bagian dari unsur pentahelix. Pembangunan di bidang pendidikan memerlukan kolaborasi yang tepat antara pemerintah kota dengan lembaga dan orang-orang yang aktif di dunia pendidikan. Lembaga pendidikan akan memberikan pasokan data ilmiah, bagaimana seharusnya kota atau daerah ini diperlakukan.

Pemerintah Kota Sukabumi patut bersyukur, selama dua dekade ini telah berdiri perguruan tinggi yang memiliki tugas penting yaitu mengabdi kepada masyarakat. Janji yang tertuang di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi ini sudah harus dimaksimalkan. Setidaknya lembaga pendidikan akan memberikan cara pandang yang tepat terhadap arah dan kebijakan pembangunan di Kota Sukabumi.

Penjabat Wali Kota Sukabumi dengan latar belakang sebagai ASN yang aktif bersentuhan dengan pembangunan pelaku UMKM dalam beberapa sambutannya sering mengingatkan betapa penting kolaborasi dilakukan oleh pemerintah bersama seluruh unsur yang ada di Kota Sukabumi ini. Para pelaku UMKM termasuk di dalamnya kegiatan ekonomi kreatif dapat dikatakan sebagai tulang punggung geliat perekonomian di Kota Sukabumi.

Pembangunan pada sektor perekonomian sejalan dengan sikap dasar manusia dan pemenuhan dirinya terhadap ketersediaan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan. Ide besar pemerintah kota mengenai pelibatan pelaku UMKM dalam kegiatan-kegiatan pemerintah harus segera diwujudkan.

Berbagai komunitas telah menjadi salah satu bagian penting di Kota Sukabumi. Masing-masing memiliki potensi dan membuka peluang setiap potensi tersebut menjadi eskalator pembangunan Kota Sukabumi. Kesenian, tradisi, kearifan lokal, hingga penerapan teknologi dan informasi dimiliki oleh komunitas yang ada di Kota Sukabumi.

Semuanya harus terpadu antara komunitas yang memperlihatkan diri pada wilayah tradisi dengan komunitas yang konsen pada penggunaan cara-cara yang dipandang modern. Kehadiran Pemerintah Kota Sukabumi sebagai “orangtua” dari komunitas-komunitas tersebut merupakan suatu keharusan.

Media dan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pers memiliki peran dan berpotensi besar dalam membangun komunikasi dan informasi yang sehat serta benar kepada masyarakat. Saat pertemuan dengan insan pers, Penjabat Wali Kota mengatakan peran media begitu penting dalam menyampaikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada publik, meningkatkan profesionalisme, serta memberikan edukasi kepada masyarakat.

Pertemuan antara pemerintah kota dengan insan pers memang harus dilakukan secara berkala. Pers dapat menjadi jembatan pembahasaan kembali program-program pemerintah kepada masyarakat.

Dimuat Radar Sukabumi, 4 Oktober 2023

Posting Komentar untuk "Kolaborasi Membangun Kota Sukabumi"