Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi (Bagian 2)



Pembangunan memiliki tujuan -sesuai dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)-: mengakselerasi pendidikan diukur dengan lama waktu belajar dan angka melek aksara. Pembangunan pada sektor pendidikan di Kota Sukabumi telah berjalan sebelum kota ini didirikan. Lembaga pendidikan nonformal dan informal nampak lebih mendominasi kegiatan pendidikan.

Pondok pesantren, majelis taklim, kelompok belajar, bimbingan belajar, madrasah diniyah, dan lembaga pendidikan nonformal serta informal lainnya telah membantu peningkatan kualitas pendidikan di Kota Sukabumi dari waktu ke waktu. Dalam pembangunan holistik, kehadiran partisipasi dan urun rembug masyarakat merupakan satu keniscayaan.

Urusan wajib di bidang pendidikan selama lima tahun terakhir masih menjadi fokus pembangunan di Kota Sukabumi. Pembangunan holistik dimensi pendidikan ini bersentuhan langsung dengan dimensi lainnya, meliputi kesehatan dan peningkatan daya beli (kelayakan hidup).

Pemerintah Kota Sukabumi terus mendorong pendidikan berkualitas, memberikan insentif bulanan, mengeluarkan Bantuan Operasional Sekolah, perbaikan sarana pendidikan nonformal, dan bantuan hibah kepada kelompok yang aktif dalam meningkatkan pendidikan kemasyarakatan. Secara das sollen, Pemerintah Kota Sukabumi telah menuntaskan kewajibannya; mengupayakan pendidikan berkualitas.

Pada tataran praktis, kebijakan pada dimensi pendidikan memerlukan implementasi terutama oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi. Indikator primer keberhasilan pendidikan di Kota Sukabumi tidak hanya ditentukan oleh lama waktu penduduk usia sekolah mengenyam pendidikan, juga ditentukan oleh ukuran ketercapaian dan hasil dari pendidikan.

Misalnya, daya serap para siswa terhadap mata pelajaran berdasarkan kompetensi dasar (KD) dan kompetensi inti (KI), hasil proses pembelajaran selama 12 tahun wajib belajar, dan keberlanjutan penduduk dalam meningkatkan kapasitas dirinya di bidang pendidikan.

Kesemuanya harus tersaji dalam data-data yang dapat diakses oleh masyarakat. Pendidikan harus berbasis nilai rasionalitas, positivistik, dengan tidak mengesampingkan etika dan nilai religiusitas serta kearifan lokal.

Tak dapat dimungkiri, selama pandemi Covid-19 dari tahun 2020-2021, seluruh fitur kehidupan mengalami degradasi dan relaksasi. Pemerintah Kota Sukabumi melakukan refocusing anggaran. Sektor kesehatan menjadi sasaran utama selama pandemi. Pendidikan menjalankan norma baru, pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk menghindari penularan virus corona yang lebih massif.

Peralihan norma lama kegiatan pembelajaran di kelas atau dalam ruangan ke norma baru sudah tentu berdampak pada penurunan kualitas pendidikan. Hal ini harus benar-benar dipahami oleh seluruh warga Kota Sukabumi, jangan hanya karena mengejar kualitas pendidikan walakin derajat kesehatan warga memburuk karena banyak yang tertular virus corona. Setelah pandemi, awal tahun 2022 hingga 2023, pendidikan kembali menerapkan norma lama, pembelajaran tatap muka (PTM).

Selama dua tahun kurang, dunia pendidikan diuji oleh hal yang sebelumnya tidak pernah dapat diprediksi. Dan pendidikan kembali mengalami ujian di masa pemulihan. Setiap sekolah formal tidak lagi menyelenggarakan Ujian Nasional (UN). Kebijakan Merdeka Belajar lebih menitikberatkan pada asesmen sekolah.

Warga sekolah menilai sendiri keberlangsungan pendidikan di setiap sekolah, hasilnya merupakan rekomendasi apa yang sebaiknya dilakukan oleh sekolah agar pendidikan mendapatkan kembali marwahnya di masa pemulihan.

Selain itu, sejak pandemi hingga sekarang, para siswa kelas akhir dari tingkat dasar, menengah, hingga tingkat atas tetap diwajibkan mengikuti ujian sekolah (US) untuk mengukur daya serap siswa terhadap setiap mata pelajaran. Tidak ada yang tidak lulus karena tujuan penting dari pendidikan bukan hanya membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan yang hanya diukur oleh nilai akademik.

Kecerdasan tidak sesempit yang kita pikirkan, bahkan tidak dapat ditentukan hanya dengan menguasai satu hingga dua bidang akademik. Seorang anak mampu menghasilkan lukisan indah sudah dapat dikategorikan sebagai siswa cerdas.

Keberhasilan pendidikan di Kota Sukabumi selama lima tahun terakhir dilihat dari jumlah lulusan dan lama belajar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Sukabumi merilis indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Sukabumi mengalami peningkatan 1.07 di tahun 2022. IPM Kota Sukabumi -di dalamnya termasuk pendidikan- mengalami penurunan minus 0.13 di masa puncak lonjakan pandemi tahun 2022. Dengan demikian, mengacu pada peningkatan IPM selama dua tahun, Kota Sukabumi dapat dikatakan telah berhasil meningkatkan harapan lama sekolah.

Pemerintah Kota Sukabumi menghadapi tantangan berat di satu tahun kepemimpinan H. Achmad Fahmi dan H. Andri Setiawan Hamami, tidak hanya di bidang kesehatan, juga pada hampir semua fitur kehidupan karena badai pandemi. Tantangan berat ini dapat dilalui dan diatasi melalui sejumlah penerapan regulasi berbasis kultural dalam mencegah penularan virus corona. Wabah global dapat diatasi melalui pendekatan berbasis lokal.

Masyarakat menjadi lebih menyadari menghindari dampak buruk pandemi -terutama bagi kesehatan- harus lebih didahulukan daripada mendapatkan keuntungan finansial. Kebutuhan dasar warga kota setidaknya dapat dipenuhi tidak hanya oleh bantuan dari pemerintah, juga oleh peran serta dan partisipasi masyarakat yang mampu, komunitas, dan pihak yang memiliki kepedulian terhadap sesama. Dampak baik dari pandemi telah membangun kembali ketangguhan sosial warga.

Refocusing anggaran menjadi satu keniscayaan. Pengalihan program-program pembangunan fisik selama pandemi kepada program antisipasi penularan virus corona merupakan tindakan paling tepat. Suasana perkotaan yang tidak pernah sepi dari pagi hingga menjelang larut malam di masa sebelumnya menjadi lebih sepi dari beberapa bulan sebelum pandemi, sesekali diisi oleh suara sirine ambulan di ruas-ruas jalan utama.

Situasi ini sudah tentu mengoyak mental dan psikologi warga, namun dengan alasan apapun protokol kesehatan seperti social distancing (penjarakan sosial), menghindari kerumunan, tetap tinggal di rumah, dan penggunaan masker wajib dipatuhi oleh warga.

Manusia tidak dibenarkan memandang sepele segala sesuatu ketika alam sudah terlibat di dalamnya. Memang ada sebagian kelompok yang memandang pandemi hanya rekayasa dan konspirasi global. Pikiran seperti ini sebenarnya hanya luapan kekesalan dan ketidakmengertian dalam menghadapi peristiwa alam yang tidak pernah dialami oleh manusia. Informasi tentang wabah di masa lalu, bahkan wabah flu burung pada satu dekade sebelumnya, tetap saja dipandang rekayasa.

Harus diakui, sifat mudah melupakan apa yang telah terjadi menjadi ciri khas manusia. Sukabumi di masa pandemi pada tahun 2020 sampai pertengahan 2022 benar-benar dipaksa untuk melakukan kebiasaan dan norma baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya.

Seluruh fitur kehidupan mau tidak mau harus mengikuti norma baru ini. Masker digunakan dalam kondisi apapun, sebelumnya tidak dipandang penting. Cara dan norma baru ini selama satu setengah tahun telah mengubah sosiokultural warga Kota Sukabumi, berimbas pada kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah kota.

Pemulihan selama pandemi tak pelak menjadi satu keharusan. Daripada membangun fasilitas fisik seperti jalan lingkungan atau apapun, anggaran pembangunan lebih penting dialihkan pada fitur kesehatan dan ekonomi. Selama satu setengah tahun, pembangunan fisik berkurang, pikiran sebagian besar orang lebih memandang penting memperbaiki saluran pernapasan dari pada membuat saluran-saluran air.

Dengan bahasa sederhana dapat disebutkan, alam telah memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan yang sebelumnya tidak disadari oleh manusia sendiri. Termasuk mengalihkan pembangunan dan perbaikan pada fitur yang sebelumnya dipandang tidak terlalu penting.

Paradigma pembangunan bukan sesuatu yang bersifat mutlak, ia dapat berubah seketika ketika ada hal yang lebih mendesak harus didahulukan. Selama satu setengah tahun, di saat pembangunan fisik tidak segencar beberapa tahun sebelumnya, Pemerintah dan Warga Kota Sukabumi tetap dapat bertahan dan mempertahankan eksistensinya.

Artinya, pembangunan fisik bukan satu-satunya jenis pembangunan yang dapat mensejahterakan warga Kota Sukabumi. Andai saja masa pandemi dapat dikatakan sebagai masa tidak normal, di saat penyebaran virus corona benar-benar memaksa warga Kota Sukabumi untuk menghentikan kegiatan-kegiatan fisik, aktivitas yang dipandang normal justru menjadi sesuatu yang membahayakan diri sendiri jika dilakukan tanpa penerapan protokol.

Kesadaran yang tidak disadari ini, selalu dilupakan oleh manusia, tidak mengherankan bukan hanya di Kota Sukabumi, rata-rata di kota-kota negara dunia ketiga, pasca-pandemi seolah-olah dipandang sebagai masa yang tepat untuk menggencarkan kembali pembangunan fisik tanpa mempertimbangkan kisah beberapa tahun lalu tentang keterlibatan alam dalam menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh manusia sendiri.

Dimuat Radar Sukabumi

Posting Komentar untuk "Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi (Bagian 2)"